Kamis, 03 Mei 2012

KPK PERIKSA TIGA PEJABAT ARTHA GRAHA TERKAIT CEK PELAWAT

KPK Periksa Tiga Pejabat Artha Graha Terkait Cek Pelawat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara inten menggarap kasus cek pelawat dengan tersangka Miranda Swaray Gultom dalam kasus cek pelawat. Guna pelengkapan berkas, lembaga super body ini, memanggil dua pejabat dan satu pegawai dari Bank Artha Graha sebagai saksi.
Mereka yakni Direktur Kepatuhan PT Bank Artha Graha, Witadinata Sumantri, Kadiv Treasury Gregorius Suryo Wiarso, serta seorang cash officer bernama Tutur.
"Ketiganya dipanggil sebagai saksi," tutur Kabag Pemberitaan dan informasi KPK, Priharsa Nugraha di kantornya, Kamis (26/4/2012).
Hingga saat ini, tiga nama tersebut belum tampak hadir di kantor KPK. Selain tiga nama itu, KPK juga memanggil Krisna Pribadi, Kasie Traveler Cheque BII. Namun, saat dikonfirmasi, Krisna diketahui sudah datang di kantor KPK.
Seperti diketahui, dalam kasus ini, terungkap Bank Artha Graha diketahui memesan Traveller's Cheque (TC) sebanyak 480 lembar kepada BII. Pemesanan itu berdasarkan salah seorang nasabah Bank Artha Graha.
Krisna Pribadi di persidangan Nunun Nurbaeti sebelumnya menjelaskan Bank Artha Graha memesan TC itu pada 8 Juli 2004 lalu. TC itu hendak dibeli oleh Artha Graha berdasarkan pemesanan salah seorang nasabahnya.
"8 Juli 2004 pukul 8 dapat telepon, tanya apakah BII punya 480 cek karena ada nasabah mau beli," terangnya.
Setelah Artha Graha merampungkan pembayaran yang totalnya mencapai Rp 24 miliar, Krisna sudah mempersiapkan cek itu. Krisna kemudian mengantarkan cek itu ke Artha Graha.
Di Artha Graha, Krisna bertemu dengan Tutur. Dari sinilah diketahui, cek itu dibeli oleh PT First Mujur Plantation and Industry. "Yang beli PT First Mujur," tegasnya.
Sebelumnya, PT First Mujur Plantation and Industry menyerahkan 480 lembar TC senilai Rp 24 miliar kepada Suhardi alias Ferry Yan. Sejatinya cek itu digunakan untuk pembayaran pembelian kebun kepala sawit di Tapanuli Selatan.
Saat itu, PT First Mujur, melalui Dirutnya, Hidayat Lukman, tengah melakukan kerjasama dengan Ferry Yan untuk melakukan pembelian 5 ribu hektar kebun kelapa sawit di Tapanuli Selatan.
Ferry sendiri sudah keburu meninggal dunia 7 Januari 2007 lalu. Padahal cek inilah yang akhirnya mengalir kepada anggota DPR Komisi IX saat itu untuk pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

SEKJEN DPR DIPERIKSA KPK UNTUK KASUS MIRANDA GOELTOM

Sekjen DPR Diperiksa KPK untuk Kasus Miranda Goeltom
 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Nining Indra Saleh, hari ini, Rabu (25/4/2012).  Hari ini, Nining diperiksa sebagai saksi tersangka Miranda Swaray Goeltom.
"Saya diminta keterangan untuk perkara tindak korupsi dengan tersangka ibu Miranda S Goeltom. Untuk kasus cek pelawat," terang Nining kepada wartawan setibanya di kantor KPK, Rabu (25/4/2012)
NIning tak banyak berkomentar kepada wartawan terkait kasus yang mendera Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu. Ia berkilah belum dapat menjelaskan apapun lantaran belum diperiksa penyidik KPK. "Nanti saja ya, kan belum diperisa," ujarnya seraya bergegas masuk KPK.

FAKTA HUKUM TIDAK CUKUP, NUNUN MINTA BEBAS

Fakta Hukum Tidak Cukup, Nunun Minta Bebas
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Terdakwa Nunun Nurbaeti (kiri) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (21/3/2012). Nunun diduga terlibat kasus penyuapan anggota DPR RI saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan calon Miranda Goeltom. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nunun Nurbaeti, terdakwa cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia menilai status hukum yang menjeratnya tidak didasari fakta hukum yang cukup. Bahkan, ia menilai media telah memutarbalikan fakta sehingga membuatnya semakin tersudutkan.

Karena fakta tersebut, Nunun mengklaim bahwa tak ingin kembali ke Indonesia ketika menjalani perawatan di luar negeri.

"Fakta tidak terbukti saya mendengar bahwa bukti tidak cukup, bila jadi terdakwa pasti dihukum inilah yang membuat saya enggan pulang ke Indonesia," kata Nunun saat membacakan nota pembelaannya (Pledoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/4/2012).

Lebih lanjut, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun juga mengungkapkan, saat di luar negeri, meski seluruh anggota keluarganya memintanya untuk kembali, namun hal itu urung dilakukan. 

"Makanya saya tetap di luar negeri berobat semaksimal mungkin, walapun suami dan anak-anak saya meminta kembali. Namun kembali media gencar makanya saya semakin enggan kembali, opini buruk sudah terbentuk. Saya takut kasus ini diputuskan dengan pasal yang dipakasakan untuk memuaskan masyarakat karena saya telah membantu Miranda," terang Nunun.

Dalam kesempatan ini, sosialita asal Sukabumi tersebut berharap agar majelis hakim dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya dengan putusan Bebas. Karena menurutnya,
Ia tidak memiliki motivasi tertentu untuk memenangkan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI). 

"Saya Nunun Nurbaetie mohon majelis hakim dapat memutuskan hukuman yang seadil-adilnya tanpa harus terpengaruh opini yang dibuat oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. mohon majelis huku dapat membebaskan saya dari semua tuduhan," kata Nunun.

Selain itu, Nunun meminta maaf dari lubuk hati paling dalam kepada majelis hakim dan penuntut umum serta pengunjung sidang ketika menjadi saksi di kala itu, langsung pergi ke Singapura untuk menjalani pengobatan.

"Saya tidak lupa mengirim surat ke KPK dan tembusan saya kirim ke dubes tentang keberadaan saya di Singapura. Dalam surat itu saya cantumkan alamat, nama dokter dan rumah sakit yang ditandatangani suami saya tahun 2009," kata Nunun.

NUNUN BERHARAP BEBAS


Nunun Berharap Bebas
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Terdakwa Nunun Nurbaeti (kiri) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi Paskah Suzetta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (21/3/2012). Nunun diduga terlibat kasus penyuapan anggota DPR RI saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan calon Miranda Goeltom. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus cek pelawat, Nunun Nurbaeti berharap Penuntut Umum (PU) lebih menegakkan keadilan. Menurutnya, jika memang tidak terbukti sebagaimana yang didakwakannya, PU harus berani menuntut bebas.

"Harapannya pasti ingin tuntutan bebas," kata Nunun melalui penasehat hukumnya, Ina Rachman, Senin (23/4/2012).

Pasalnya, lanjut Ina, para anggota DPR yang bersaksi di persidangan tidak mengetahui cek berasal dari Nunun. Hanya ada satu saksi yang menyatakan kliennya sebagai pemberi cek pelawat kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. Saksi tersebut, sambung Ina, yakni mantan Direktur PT Wahana Esa Sejati, Ahmad Hakim Safari alias Ari Malangjudo.

Ina menilai, keterangan saksi Ari tak dapat menjadi pembuktian. Hal itu lantaran bertentangan dengan azas unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi). 

"Keterangan Ari Malangjudo tidak bisa dipercaya karena telah disangkal oleh keterangan saksi saksi lainnya sehingga saksi Ari Malangjudo berdiri sendiri," terangnya.

Sidang tuntutan sendiri rencananya akan di gelar pagi ini sekitar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menyikapi hal itu Nunun, ungkap Ina sudah siap menghadipnya.

Sementara terkait Kronologi perkara, Nunun Nurbaeti didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman maksimal pada pasal ini yakni lima tahun penjara.

Di dalam surat dakwaan Penuntut Umum (PU) KPK nomor Dak/5/24/02/2012 itu, Nunun dikatakan telah melakukan penyuapan dengan memberikan berupa cek pelawat dari BII senilai Rp 20,85 miliar kepada sejumlah anggota DPR.

NUNUN NURBAITI DITUNTUT EMPAT TAHUN PENJARA

Nunun Nurbaeti Dituntut Empat Tahun Penjara TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan hukuman tuntutan empat tahun penjara kepada terdakwa kasus cek pelawat, Nunun Nurbaeti.
JPU menganggap istri mantan Wakapolri Adang Darajatun ini terbukti bersalah lantaran telah memberikan janji atau hadiah berupa travel cek BII sebesar Rp 20,8 miliar kepada Anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior bank Indonesia tahun 2004.
Selain Pidana penjara, sosialita asal Sukabumi itu juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkara ini untuk menyatakan terdakwa, Nunun Nurbaetie terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi," ucap Jaksa M Rum saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/4/2012).
Dalam materi tuntutuan, dijelaskan Jaksa, melalui keterangan Ahmad Hakim Syafarie alias Arie Malangjudo di persidangan, anak buah Nunun itu membenarkan pertemuan dan perintah untuk memberikan hadiah kepada Anggota Dewan.
"Bahwa benar pada 7 Juni 2004 di kantor Terdakwa telah meminta Ahmad Hakim Syafarie alias Ari Malangjudo untuk memberikan tanda terima kasih kepada Anggota dewan," terang Jaksa.
Sementara keterengan Nunun yang menyatakan tidak pernah memerintahkan Arie Malangjudo untuk memberikan sesuatu kepada Anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 tak dibenarkan oleh penuntut umum.
"Menurut kami keterangan Terdakwa tidak dapat diterima karena tidak didukung alat bukti yang cukup, sementara keterangan saksi Ari Malangjudo telah membenarkan pertemuan tersebut dan keterangan saksi di persidangan di bawah sumpah," ditambahkan penuntut.
JPU menilai, Nunun terbukti bersalah pada dakwaan pertama yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 20 tahun 2001.
Dalam menjatuhkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun yang memberatkan Terdakwa, perbuatan Terdakwa merusak sendi-sendi tatanan pemerintahan terutama lembaga negara DPR RI.
"Terdakwa tidak pernah dihukum," ucap jaksa menerangkan hal yang meringankan.

KPK KEMBALI JADWALKAN PERIKSA EMIR MOEIS


KPK Kembali Jadwalkan Periksa Emir Moeis
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi untuk melengkapi berkas tersangka Miranda Swaray Gultom. Seperti hari  ini, KPK memanggil Ketua Komisi IX Emir Moeis.
"Izedrik Emir Moeis hari ini dipanggil sebagai saksi," kata Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta, Jumat (4/5/2012).
Namun, hingga pukul  09.50 WIB, Emir belum juga tampak hadir di kantor KPK. 
Bukan kali pertama Emir dipanggil terkait kasus cek pelawat. Politisi PDIP itu juga sebelumnya sudah berulangkali diperiksa sebagai saksi untuk para tersangka lain yang terseret kasus ini.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI), Miranda Swaray Goeltom, sebagai tersangka suap anggota DPR 1999-2004 dalam pemilihan DGS BI yang dimenangkan dirinya pada 2004 lalu.
"Berdasarkan hasil ekspos dan pendalaman terhadap kasus cek pelawat maka kasus ini, kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan terhadap seorang tersangka, inisial saja, jadi kami tingkatkan statusnya MSG dalam kasus cek pelawat," ujar Ketua KPK, Abraham Samad, dalam jumpa pers di kantor KPK, Kamis (26/1/2012).
Miranda dikenakan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Tentang Pemberantadan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan 2 atau Pasal 56 KUHP, karena diduga membantu dan turut serta atas perbuatan korupsi Nunun Nurbaeti dalam aliran suap cek pelawat ke anggota DPR 1999-2004 dalam pemilihan DGS BI pada 2004.
Menguatkan hal itu, di persidangan, Emir mengakui dirinya pernah menerima cek pelawat senilai Rp 200 Juta dari Panda Nababan. Cek perjalanan yang terkait dengan kemenangan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior (DGS) BI pada tahun 2004 itu sempat ditolak Emir pada awalnya.
"Yang ngasih dari fraksi, dari Pak Panda, Rp 200 juta. Katanya untuk konstituen," kata Emir Moeis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/3/2012).
(Edwin Firdaus)


RUHUT : JK CAPRES DEMOKRAT BAGAI PUNGGUK RINDUKAN BULANK


Ruhut: JK Capres Demokrat Bagai Pungguk Rindukan Bulan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul menyatakan, suatu harapan yang tidak mungkin terjadi jika partainya justru mengusung Jusuf Kalla sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 mendatang.
Alasannya, Partai Demokrat (PD) punya banyak kader mumpuni dan potensial dijadikan capres. Apalagi, JK sudah pernah menjadi capres dan kalah. "JK maju, itu usul 'Bagai pungguk merindukan bulan'. Partai kami punya banyak kader yang baik. Masa' kami pakai orang yang sudah lewat waktunya," ujar Ruhut.
Menurut Ruhut, capres dari PD hanya tinggal menunggu keputusan dari Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi sekaligus Ketua Dewan Pembina partai. Ia yakin SBY sudah punya beberapa nama kandidat capres dari internal PD.
"Tapi jelas bukan yang itu (JK), mana mungkin itu. (Kandidat capres PD) dari keluarga Demokrat lah. Tapi, aku enggak tahu berapa nama, tapi adalah... Yang jelas, aku 'kan sering bicara masalah ini, tapi Bapak (SBY) selalu bilang 'Ruhut sabar, pasti ada, bahkan lebih baik dari saya', begitu," tutur Ruhut yang juga anggota Komisi III DPR itu.